Sunday, April 20, 2008

Tuntutan bersama dalam Membentuk Mutu Penayangan yang bermanfaat dan bertanggungjawab

Penayangan Film Horor, Sinetron, Infotainmen, Reality Show, sekarang ini semakin marak ditayangkan oleh stasiun-stasiun TV di Tanah Air. Hal ini dikarenakan minat yang tinggi pada masyarakat dalam menonton tayangan-tayangan tersebut. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan TV yang tujuan utamanya untuk meraup keuntungan, bersaing dan mengharapkan agar pemirsa menonton program acara yang mereka tayangkan.

Berdasarkan fungsi penyiaran yang tercantum dalam pasal 4 bab 2 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Fakta yang terjadi pada penayangan yang banyak disiarkan oleh beberapa stasiun TV saat ini kurang adanya pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Ini dapat dilihat dari film-film yang masih banyak terdapat unsur kekerasan, amoral dan kesenjangan sosial yang jauh dari kontrol dan perekat sosial.

Memang sekarang ini, semua stasiun TV sudah memenuhi asas adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, kemandirian dan kebebasan dalam menayangkan program acaranya. Akan tetapi, sepertinya beberapa stasiun TV melupakan dengan adanya asas etika dan tanggung jawab penyiaran seperti yang terdapat dalam pasal 2 bab 2 nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Bila tidak adanya etika dan tanggung jawab oleh Pihak stasiun TV dalam menayangkan program acaranya, maka dampak negatif dari apa yang mereka tayangkan mau tak mau akan diterima oleh pemirsa baik langsung (menjadi suatu tingkah laku) maupun tidak langsung (menjadi suatu pemikiran ataupun sikap) karena efek pada komunikasi adalah untuk merubah pengetahuan/wawasan (kognitif), sikap (afektif) dan perubahan perilaku/perilaku baru (psikomotorik).

Sangat disayangkan bila Menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Pihak stasiun TV atas acara yang mereka tayangkan mendapat rating tertinggi dibandingkan program-program acara stasiun TV lain yang banyak menayangkan unsur pendikan di dalamnya. ditambah lagi dengan adanya penghargaan dari Panasonic Awards dan lainnya yang memicu mereka untuk memproduksikan film-film yang diminati masyarakat meskipun itu tidak berbobot dan berbau pembodohan publik. Apakah hal semacam itulah yang paling disukai oleh sebagian besar khalayak (pemirsa TV) atau khalayak terpaksa menonton acara tersebut karena memang hanya acara tersebut yang ditayangkan oleh sebgian besar stasiun TV?

Sebagian pemirsa TV mengeluh dan merasa resah atas penayangan yang tidak bermanfaat oleh Pihak TV, akan tetapi keluhan yang mereka sampaikan tidak dapat merubah keputusan pihak stasiun TV atas penayangan tersebut yang alasannya dapat merugikan pihak stasiun TV. Lalu pemirsa yang merasa dirugikan hanya dapat mencurahkan keluh-kesah mereka dalam bentuk tulisan di media-media massa lainnya (seperti surat kabar dan internet) dengan harapan pemerintah mau mendengar dan menampung aspirasi mereka dan memberikan umpan balik yang nyata dan adil. Lalu bagaimana solusinya agar pemirsa dan stasiun TV tidak merasa dirugikan?

Ini merupakan tugas yang harus kita selesaikan bersama (Pemerintah, Khalayak TV dan Pihak Stasiun TV), karena bila salah satunya tidak peduli dan membiarkan hal itu hanya menjadi tugas yang berwenang saja (pemerintah), maka kita tidak akan menemui hasil yang baik dan adil bagi kita semua.

Sebaiknya, tugas ini diawali dengan pemirsa untuk tidak menonton tayangan-tayangan yang tidak penting dan tidak bermanfaat, seperti menonton program acara yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kekerasan fisik, kesenjangan sosial dan yang bersifat konsumtif absolute. Seringlah menonton siaran-siaran yang mempunyai unsur mendidik dan bermanfaat bagi penonton sendiri. Dengan demikian, siaran-siaran TV yang awalnya banyak menampilkan penayangan tidak bermanfaat akan beralih menyiarkan tayangan-tayangan yang berkorelasi positif bagi pemirsa karena pihak stasiun TV umumnya tidak memandang dari segi bobot positif akan tetapi mereka cendrung memandang keuntungan financial atas penayangannya. Sebagai gambaran, stasiun TV akan lebih banyak menayangkan acara dialog interaktif antara pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat bila penayangan tersebut menghasilkan rating tertinggi.

Kemudian, peran pemerintah dalam memberikan kebijakannya. Pemerintah dan DPR bisa saja merevisi undang-undang penyiaran guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemirsa TV. Pemerintah juga dapat memfungsikan TVRI yang sampai saat ini masih dikendalikan pemerintah untuk mengimbangi derasnya arus informasi dan penayangan program acara dari stasiun-stasiun TV swasta yang ada, dengan catatan TVRI haruslah menjadi salah-satu stasiun favorit rakyat Indonesia. Bagaimana caranya? TVRI harus dapat menarik perhatian pemirsa dengan menayangkan program-program acara yang menjadi kebutuhan pemirsa pada saat ini. Sebaiknya pengelola TVRI menjadikan stasiun TV ini berlingkup nasional sehingga khalayak luas (dari sabang sampai marauke) dapat mengakses tayangan yang sama pada waktu yang sama pula. Itulah sebabnya mengapa sampai saat ini stasiun TV swasta seperti RCTI, SCTV, Metro TV, dan yang lainnya masih menjadi favorit pemirsa TV, karena mereka hanya memiliki satu stasiun TV yang daya pancarnya berlingkup nasional. Beda halnya dengan TVRI yang di setiap Provinsi memiliki satu stasiun TV sehingga daya pancarnya mau tidak mau menjadi siaran lokal saja.

Mutu dan kebaikan penayangan TV tergantung pada kita semua. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita peduli dengan penayangan TV agar kita dan generasi berikutnya tidak terkena imbas atas dampak dari penayangan-penayangan yang tidak bermanfaat. Asas etika dan tanggung jawab penyiaran lah yang harus tetap menjadi pedoman pihak-pihak stasiun TV agar rakyat Indonesia sebagai komunikan pasif (yang tidak dapat meberikan umpan balik langsung) tidak salah langkah atas pengaruh yang disebabkan penayangan-penayangan yang dapat merusak kognisi, moral dan tingkah laku pemirsa favorit stasiun TV Anda.








Google





























0 Comments: